Sabtu, 28 April 2012

Buta Cakil



CAKIL atau Gendirpenjalin, berwujud raksasa berpangkat tumenggung.  Cakil bukan nama sesungguhnya dan hanya nama ejekan, oleh karena raksasanya bertaring di ujung mulut seperti pasak (Jawa: cakil).  Tokoh ini tidak dikenal dalam kitab asli Mahabarata maupun Ramayana.  Tokoh ini memang produk lokal Jawa (Nusantara) layaknya tokoh wayang Gareng, Petruk, Bagong.  Bahkan, beberapa sumber menyebut tubuh Cakil yang berwajah raksasa ini merupakan imajinasi dari sebuah sengkalan (penandaan tahun dalam kalender Jawa) yang menandakan kapan tokoh Cakil dibuat pertama kali.  Sebagaimana Gareng, Petruk, dan Bagong, Cakil juga merupakan profil rakyat kecil. Seorang kawula yang diberi tugas sebagai penjaga hutan. 
Dari gerakan tokoh Cakil ini bisa digunakan oleh penonton wayang kulit sebagai ukuran kemampuan dalang dalam memainkan wayang.  Kelincahan gerakan Cakil dalam menari sangat tergantung sang dalang dalam mengolah wayang.  Wayang kulit Cakil tak seberapa menarik, tetapi di dalam wayang wong (orang) Cakil merupakan sripanggung, apalagi baik tariannya, sebab tari Cakil adalah campuran antara tarian dan pencak silat dengan diiringi irama gamelan. 
Dalam sebuah pertunjukan wayang, Cakil selalu berhadapan dengan para ksatria  ataupun pandhita yang baru turun gunung dalam adegan Perang Kembang yaitu perang antara satria melawan raksasa yang merupakan lambang nafsu angkara murka.  Tujuannya jelas, menghalang-halangi orang supaya gagal menemui kebenaran dan kebaikan.  Tak pernah diceritakan ras raksasa ini menang dalam petempuran.  Tokoh ini selalu mati karena tertusuk kerisnya sendiri.  Mungkin ini menggambarkan bahwa manusia bisa binasa karena polahnya sendiri.  Buta cakil juga selalu hidup lagi dan muncul dalam cerita lain; barangkali ini untuk mengingatkan, sifat jelek manusia yang bisa muncul kapan saja.  Raksasa Cakil suaranya kemeng (kecil) dan bicaranya menggagap.  Kalau ia bersama-sama dengan kawan-kawan raksasa melaksanakan perintah penting raja, dengan kata-kata ia banyak menampakkan keberaniannya dan pada waktu terjadi perang, dialah yang pertama-tama maju, tapi kalah dan kalau ia kemudian minta bantuan, maju perang lagilah ia untuk akhirnya bersama-sama dengan kawan-kawannya mati juga.
Cakil bermata kriyipan (berkejap-kejap), berhidung bentuk haluan perahu mendongak, bergigi dan bertaring di hadapan mulut, hingga melewati bibir atas.  Karena bentuk rahangnya ini, buta cakil tidak bisa meludah sehingga air liurnya berleleran setiap kali dia bicara dan bertingkah pethakilan.  Bersanggul bentuk keling dengan dikembangi.  Bersunting kembang kluwih panjang, berkalung ulur-ulur.  Berkeris dua, yang sebuah bentuk sarung ladrang, ialah sarung keris bentuk panjang dan runcing, diselipkan di pinggang belakang.  Dan yang sebuah lagi gayaman, ialah sarung keris yang serupa buah gayam (di Jakarta disehut buah gatet).  Pemakaian keris ini tidak seperti biasa, melainkan diselipkan secara dibalikkan yang disebut kewalan.  Suatu cara memakai keris yang dilarang menurut undang-undang Kraton, karena menunjukkan suatu kesiapsiagaan untuk menghunus keris.   
Selain wajahnya yang tidak enak dilihat, dia pun berwatak buruk.  Cakil memiliki sifat; pemberani, tangkas, trengginas, banyak tingkah dan pandai bicara.  Ia berwatak kejam, serakah, selalu menurutkan kata hati dan mau menangnya sendiri.
Dia suka sekali mengadu domba dan menguji kesabaran orang dengan tingkahnya yang menjengkelkan.
  Lalu dia akan terbahak-bahak kegirangan jika dia berhasil mencederai ketentraman dengan keonarannya.  Dengan gambaran yang tidak indah tentang si buta cakil ini, wajarlah jika ia tak pernah disukai.  Ia selalu dijauhi, dicuekin, diabaikan dan dimusuhi.
Ia didekati hanya oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan keahliannya mengadu domba dan membuat huru hara.
  Dalam dunia nyata buta cakil ini memang tidak ada.  Tetapi sifat-sifat buruknya memang ada di sekitar kita, tersembunyi dalam diri masing-masing orang.  Semua pribadi ini pasti punya “topeng” untuk menutupi keburukannya.
Di dalam pemerintahan khususnya anggota DPR, tokoh cakil ini sangat mirip sekali dengan Ruhut Sitompul.  Dia mewariskan sifat- sifat buruk cakil seperti banyak tingkah, mau menangnya sendiri, dan suka mengadu domba dan menguji kesabaran orang dengan tingkahnya yang menjengkelkan.  Berikut ini sedikit bukti yang menguatkan pendapat saya kalau Ruhut Sitompul seperti Cakil :
Isu rasisme
Dalam Pemilu 2009, Ruhut yang bergabung sebagai Koordinator Tim Sukses Susilo Bambang Yudhoyono - Budiono melontarkan pernyataan kontroversial dalam sebuah debat tim sukses.  Hadir juga sebagai pembicara pada saat itu, Permadi mewakili Tim Sukses Jusuf Kalla - Wiranto dan Fuad Bawazier mewakili Tim Sukses Megawati - Prabowo.  Pada kesempatan itu Ruhut melontarkan pernyataan bahwa "Arab tidak pernah membantu Indonesia".  Hal ini menimbulkan kecaman dan reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat, khususnya kalangan keturunan Arab dan juga dari kalangan Islam.  Pada 3 Juni 2009, Front Pembela Islam (FPI), sebuah organisasi Islam, menyatakan akan menangkap Ruhut Sitompul atas pernyataanya yang telah menyinggung etnis Arab
Isu rasistis kembali menimpa Ruhut dalam diskusi "Angket Century SBY Jatuh" yang digelar Forum Umat Islam di Wisma Darmala Sakti, Jakarta. Dalam diskusi tersebut, ia menyebutkan:Kasus yang seperti begini dari dulu sudah ada.  Sejak zaman Megawati sudah ada, waktu itu Sri Mulyani-nya (maksudnya Menkeu) Si Cina, Kwik Kian Gie.
Pernyataan yang dianggap tidak pantas.
Pada 20 November 2009, Ruhut mengeluarkan pernyataan merelakan kupingnya dipotong jika dana bailout Rp 6,7 triliun Bank Century mengalir ke Partai Demokrat dan Presiden SBY.  “Tidak ada kaitannya SBY dan Demokrat dengan aliran dana Bank Century.  Kalau ada, potong kuping Ruhut Sitompul”.
Jadi, memang lebih baik tidak usah berurusan dengan orang-orang yang menjadi sekutu buta cakil ini.  Biar saja mereka yang dikucilkan, biar saja mereka yang dijauhi.  Rakyat memang punya wakil di “atas” sana. Di “atas” sana rakyat menaruh harapan.  Tetapi, harapan itu terhenti pada sisi lain perangai Cakil, yang dikenal banyak omong dan pandai menari, bersilat lidah.  Perjuangan wakil rakyat terkadang hanya menjadi sebuah keindahan tarian persilatan dan diplomasi yang berbusa-busa.  Pertengkaran yang menjurus perkelahian sempat terjadi di forum wakil rakyat, namun hasilnya tetap saja: cakil-cakil rakyat yang menari, sekadar tontonan.

Standar Akuntansi Keuangan


Kontroversi utama dalam penetapan standar akuntansi adalah “Peraturan siapa yang harus dipatuhi, dan apa peraturannya?” Jawaban atas pertanyaan ini tidak lah jelas karena pemakai laporan akuntansi keuangan memiliki kebutuhan yang beragam terhadap berbagai jenis informasi.  Untuk memenuhi kebutuhan ini, dan untuk memenuhi tanggung jawab pelaporan, disajikan laporan keuangan bertujuan umum.  Laporan ini diharapkan akan menyajikan secara wajar, jelas, dan lengkap operasi keuangan perusahaan.
Sebagai akibatnya, profesi akuntansi berupaya mengembangkan seperangkat standar yang dapat diterima umum dan dipraktekan secara universal.  Tanpa standar-standar  macam ini, setiap perusahaan akan membuat standar-standar mereka sendiri, dan pemakai laporan keuangan harus dapat memahami praktek-praktek akuntansi serta pelaporan unik dari setiap perusahaan.  Hampir tidak mungkin untuk membuat pelaporan keuangan yang dapat diperbandingkan.
Seperangkat standar dan prosedur umum ini dinamakan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum (generally accepted accounting principles) GAAP.  Istilah “diterima umum”  berarti bahwa sebuah badan pembuat aturan akuntansi yang berwenang telah menetapkan prinsip pelaporan dibidang tertentu, atau bahwa dari waktu ke waktu suatu praktek tertentu telah dipandang tepat karena dapat diterapkan secara universal.  Walaupun prinsip dan praktek semacam itu telah memancing debat dan kritik, namun sebagian besar anggota komunitas keuangan mengakuinya sebagai standar yang telah terbukti berguna dari waktu ke waktu.

Pengertian Standar Akuntansi Keuangan
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) merupakan himpunan prinsip, prosedur, metode, dan teknik akuntansi yang mengatur penyusunan pelaporan keuangan, khususnya yang ditujukan kepada pihak luar seperti pemegang saham, kreditor, investor, dan bank. 
Standar akuntansi keuangan senantiasa mengalami perbaikan dan penyempurnaan, sesuai dengan kondisi mutakhir dari kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Penetapan Standar
Empat organisasi yang berperan besar dalam pengembangan standar akuntansi keuangan (GAAP) di A.S. adalah sebagai berikut:
1.       Securities and Exchange Commission (SEC)
2.      American Institute of Certified Public Accountants (AICPA)
3.      Financial Accounting Standards Board (FASB)
4.      Government Accounting Standards Board (GASB)
Securities and Exchange Commission (SEC)
SEC merupakan sebuah badan federal untuk membantu mengembangkan dan menstandarisasi informasi keuangan yang disajikan kepada pemegang saham.  SEC  menjalankan Securities Exchange Act tahun 1934 dan beberapa undang – undang lainnya.  Sebagian besar perusahaan yang menerbitkan sekuritas kepada publik atau diperdagangkan pada bursa saham wajib menyampaikan laporan keuangan yang telah diaudit kepada SEC.  Selain itu, SEC memiliki kekuasaan yang luas untuk menentukan, dengan tingkat rincian yang diinginkannya, praktek dan standar akuntansi yang harus dipakai oleh perusahaan yang berada dibawah yurisdiksinya.
Persekutuan SEC dengan sektor swasta telah berjalan dengan baik.  SEC terlibat secara tidak langsung dalam proses penetapan standar.  Secara umum, SEC bergantung pada FASB untuk mengembangkan standar akuntansi.
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA)
            American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) , yaitu organisasi profesi nasional dari Certified Public Accountant (CPA), memiliki peran penting dalam pengembangan GAAP. Berbagai komite dan dewan yang dibentuk sejak berdirinya AICPA telah memberi kontribusi terhadap upaya ini.
Atas desakan SEC,  American Institute of Certified Public Accountants (AICPA) membentuk Comitte on Accounting Procedure (CAP), yang beranggotakan akuntan atau CPA-CPA praktisi, menerbitkan 51 Accounting Research Bulletins yang menangani berbagai masalah akuntansi sepanjang tahun 1939 sampai 1959.  Namun pendekatan masalah per masalah ini gagal memberikan kerangka prinsip akuntansi yang terstruktur sebagaimana yang dibutuhkan dan diinginkan.  Untuk itu, pada tahun 1959 AICPA mendirikan Accounting Principles Board
Financial Accounting Standards Board (FASB)
Misi organisasi ini adalah membentuk dan memperbaiki standar-standar akuntansi serta pelaporan keuangan dalam rangka membimbing dan mendidik publik, yang meliputi emiten, auditor, serta pemakai informasi keuangan.
Dalam menetapkan standar akuntansi keuangan: (1) FASB harus responsif terhadap kebutuhan dan sudut pandang dari seluruh komunitas ekonomi, bukan hanya profesi akuntan publik, dan (2) FASB harus beroperasi secara transparan di depan publik melalui sistem “proses yang memuaskan (due process)” dalam rangka menyediakan peluang yang memadai bagi semua pihak yang berkepentingan untuk mengungkapkan pendapat mereka.  FASB menggunakan istilah standar akuntansi keuangan (financial accounting standards) dalam ketetapannya.
Jenis-jenis Ketetapan
Tiga jenis ketetapan utama yang dikeluarkan FASB adalah:
1.       Standar, Inprentasi, dan Posisi Staf.
2.      Konsep Akuntansi Keuangan.
3.      Pernyataan EITF (Emerging Issues Task Force Statements).
Government Accounting Standards Board (GASB)
Pendirian Government Accounting Standards Board (GASB) diwarnai kontroversi.  Banyak pihak percaya bahwa hanya boleh ada satu badan pembuat standar-FASB.  Diharapkan pemisahan pembuatan standar antara GASB, yang berurusan dengan pelaporan pemerintah lokal dan negara bagian, dan FASB, yang menangani pelaporan dari semua entitas lain, tidak akan memunculkan konflik.
Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai wadah profesi akuntansi di Indonesia selalu tanggap terhadap perkembangan yang terjadi, khususnya dalam hal-hal yang memengaruhi dunia usaha dan profesi akuntan. Hal ini dapat dilihat dari dinamika kegiatan pengembangan standar akuntansi sejak berdirinya IAI pada tahun 1957 hingga kini. Setidaknya, terdapat tiga tonggak sejarah dalam pengembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia.
Tonggak sejarah pertama, menjelang diaktifkannya pasar modal di Indonesia pada tahun 1973. Pada masa itu merupakan pertama kalinya IAI melakukan kodifikasi prinsip dan standar akuntansi yang berlaku di Indonesia dalam suatu buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).”
Kemudian, tonggak sejarah kedua terjadi pada tahun 1984. Pada masa itu, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian mengkondifikasikannya dalam buku ”Prinsip Akuntansi Indonesia 1984” dengan tujuan untuk menyesuaikan ketentuan akuntansi dengan perkembangan dunia usaha.
Berikutnya pada tahun 1994, IAI kembali melakukan revisi total terhadap PAI 1984 dan melakukan kodifikasi dalam buku ”Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994.” Sejak tahun 1994, IAI juga telah memutuskan untuk melakukan harmonisasi dengan standar akuntansi internasional dalam pengembangan standarnya. Dalam perkembangan selanjutnya, terjadi perubahan dari harmonisasi ke adaptasi, kemudian menjadi adopsi dalam rangka konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Program adopsi penuh dalam rangka mencapai konvergensi dengan IFRS direncanakan dapat terlaksana dalam beberapa tahun ke depan.
Dalam perkembangannya, standar akuntansi keuangan terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru sejak tahun 1994. Proses revisi telah dilakukan enam kali, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, dan 1 September 2007. Buku ”Standar Akuntansi Keuangan per 1 September 2007” ini di dalamnya sudah bertambah dibandingkan revisi sebelumnya yaitu tambahan KDPPLK Syariah, 6 PSAK baru, dan 5 PSAK revisi. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 2 KDPPLK, 62 PSAK, dan 7 ISAK.
Untuk dapat menghasilkan standar akuntansi keuangan yang baik, maka badan penyusunnya terus dikembangkan dan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan. Awalnya, cikal bakal badan penyusun standar akuntansi adalah Panitia Penghimpunan Bahan-bahan dan Struktur dari GAAP dan GAAS yang dibentuk pada tahun 1973. Pada tahun 1974 dibentuk Komite Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan mengembangkan standar akuntansi keuangan. Komite PAI telah bertugas selama empat periode kepengurusan IAI sejak tahun 1974 hingga 1994 dengan susunan personel yang terus diperbarui. Selanjutnya, pada periode kepengurusan IAI tahun 1994-1998 nama Komite PAI diubah menjadi Komite Standar Akuntansi Keuangan (Komite SAK).
Kemudian, pada Kongres VIII IAI tanggal 23-24 September 1998 di Jakarta, Komite SAK diubah kembali menjadi Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) dengan diberikan otonomi untuk menyusun dan mengesahkan PSAK dan ISAK. Selain itu, juga telah dibentuk Komite Akuntansi Syariah (KAS) dan Dewan Konsultatif Standar Akuntansi Keuangan (DKSAK). Komite Akuntansi Syariah (KAS) dibentuk tanggal 18 Oktober 2005 untuk menopang kelancaran kegiatan penyusunan PSAK yang terkait dengan perlakuan akuntansi transaksi syariah yang dilakukan oleh DSAK. Sedangkan DKSAK yang anggotanya terdiri atas profesi akuntan dan luar profesi akuntan, yang mewakili para pengguna, merupakan mitra DSAK dalam merumuskan arah dan pengembangan SAK di Indonesia.
Pemutakhiran Standar Akuntansi Keuangan
·         Menurut DSAK, pemutakhiran SAK didasarkan pada tiga hal:
·         Mendukung harmonisasi dan konvergensi PSAK dengan IFRS
·         Dalam perumusan SAK, selain menggunakan referensi IFRS, juga mempertimbangkan berbagai faktor lingkungan usaha di Indonesia
·         Pengembangan SAK yang belum diatur dalam IFRS dilakukan berpedoman pada KDPPLK
Kesimpulan
Jadi, Standar Akuntansi Keuangan sangat perlu dibutuhkan untuk keseragaman laporan keuangan , memudahkan penyusunan pelaporan keuangan karena ada pedoman baku sehingga meminimalkan bias dari penyusun, memudahkan pembaca laporan keuangan untuk menginpretasikan dan membandingkan laporan keuangan entitas yang berbeda, memudahkan auditor, dan pengguna laporan keuangan banyak pihak sehingga penyusun tidak dapat menjelaskan kepada masing-masing pengguna.

Kamis, 26 April 2012

Hidup Bermasyarakat


Hidup Bermasyarakat
            Pak Darma, paman saya, sedang berbincang-bincang dengan beberapa orang tamunya.  Mereka adalah para pengurus RT 09 di kampung Bahari.  Sebagai ketua RT, Pak Darma menampung aspirasi warganya.  Aspirasi warga kemudian dimusyawarahkan dengan seluruh warga.  Perbincangan mereka mengenai kegiatan pembangunan kampung. 
Sudah sejak lama para warga ingin mempunyai sarana umum berupa rumah sederhana untuk tempat pertemuan warga RT 09, kampung Bahari.  Berdasarkan hasil musyawarah, para warga sepakat untuk membayar iuran dalam rangka mendirikan rumah sederhana.  Pak RT dan pengurus yang lain menyambut baik hasil musyawarah.  Mereka kemudian membentuk panitia untuk melaksanakan pembangunan rumah sederhana.
            Dalam waktu 3 bulan uang iuran telah terkumpul.  Warga masyarakat juga ada yang menyumbang bahan bangunan, seperti semen, keramik, kayu, atau batu.  Pak RT dan pengurus lain mengumpulkan panitia pembangunan untuk merencanakan pelaksanaan pembangunan rumah sederhana.  Setelah disepakati bersama, maka ditentukan hari dimulainya pembangunan rumah sederhana.
            Pada hari Minggu, seluruh warga kampung Bahari yang telah dewasa diundang untuk bergotong royong memulai pekerjaan pembangunan.  Pemasangan batu pertama dilakukan oleh Pak Darma sebagai ketua RT 09.  Para warga kemudian memulai kerja bakti, seperti mencampur semen dengan pasir, mengambil air, mengusung batu, dan membersihkan lingkungan.  Mereka bekerja dari pagi hingga sore.  Sebagian warga yang lain menyiapkan makanan dan minuman.  Mereka bergotong royong dengan hati yang tulus untuk meraih tujuan bersama.
            Dalam waktu kurang lebih dua bulan, pembangunan rumah sederhana untuk tempat pertemuan telah selesai.  Meskipun tidak luas namun rumah itu cukup untuk menampung pertemuan warga RT 09 di kampung Bahari.  Rumah tersebut dapat berdiri berkat gotong royong para warga. 
Sikap gotong royong dalam masyarakat perlu dipupuk dan dikembangkan.  Dalam gotong royong terkandung nilai-nilai seperti toleransi, setia kawan, saling memahami, kerja sama, saling menghargai, dan rasa persatuan.  Gotong royong harus dilandasi oleh sikap tanggung jawab dan kerja keras agar tujuan yang diharapkan dapat terwujud.
Kerja sama atau gotong royong merupakan bentuk utama dari proses interaksi sosial karena pada dasarnya interaksi sosial yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang bertujuan untuk memenuhi kepentingan atau kebutuhan bersama.  Mulai dari kehidupan dalam keluarga, antarkeluarga, sampai kehidupan masyarakat luas.
            Kita tentu dapat mengembangkan sikap gotong royong dalam berbagai bidang kehidupan.  Kegiatan gotong royong dapat diterapkan di rumah, di kampus, maupun dalam pergaulan sehari-hari.
Di kampus kita dapat bergotong royong seperti mengerjakan tugas kelompok, belajar bersama sebelum ujian, dan kegiatan yang lain yang bertujuan untuk kepentingan bersama.  Gotong royong berarti melakukan pekerjaan bersama-sama, tolong menolong, dan bahu membahu. 
Hasil gotong royong dirasakan secara bersama-sama pula.  Jadi, kegiatan gotong royong didasari oleh keinginan untuk mencapai tujuan bersama.  Sikap gotong royong telah dimiliki oleh masyarakat Indonesia sejak zaman nenek moyang.  Tradisi gotong royong harus dilestarikan dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Tradisi kerja sama yang umum dikenal pada masyarakat pedesaan di Indonesia adalah pola gotong royong dengan berbagai variasi yang khas, antara lain :
1)      Pada masyarakat Sunda dikenal Sambat Sinambat ketika akan mengerjakan sawah, membangun rumah, menyelenggarakan perhelatan seperti pesta perkawinan, dan lain-lain.
2)      Pada masyarakat Jawa dikenal bentuk gotong royong yang dinamakan Gugur Gunung ketika akan mengerjakan sawah, memperbaiki bendungan, dan lain sebagainya.
3)      Pada masyarakat Bali dikenal organisasi Subak yang mengatur sistem pengairan sawah.
4)      Pada masyarakat Minahasa di Sulawesi Utara dikenal organisasi pertanian Mapalus seperti Subak di Bali.
 Gotong royong merupakan salah satu ciri khas bangsa Indonesia.  Bangsa Indonesia bangga mempunyai tradisi gotong royong dalam kehidupan sehari-hari.

Pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen


Pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Di era globalisasi saat ini, dimana semua Negara bebas untuk berdagang dengan siapa saja.  Maka kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat dan ketat.  Dengan banyaknya produk asing yang menyerbu Indonesia,  kita sebagai konsumen Indonesia harus selektif dalam memilih produk-produk dari luar negeri.  Tidak hanya produk luar negeri, terhadap produk dalam negeri pun konsumen harus selektif.
Dalam hal perdagangan barang kebutuhan sehari hari, sebagai konsumen sangat perlu yang namanya perlindungan akan penggunaan barang atau produk yang dibelinya, karena akhir ini sangat banyak pemalsuan produk yang bebas beredar di pasaran, apalagi banyak dari konsumen sulit membedakan mana produk yang asli atau yang palsu.  Maka dari itu, perlu adanya Undang-Undang yang melindungi konsumen.
            Di Indonesia hanya ada satu undang – undang yang mengatur perlindungan konsumen yaitu UU No. 8 tahun 1999.  Hak-hak konsumen diatur dalam pasal 4 UU No. 8 tahun 1999.
 Hak-hak konsumen yang dimaksud adalah:
  1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
  2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai  dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan 
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
  4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
  6.  Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen 
  7.  Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya 
  9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Tujuan UU Perlindungan Konsumen :
  1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
  2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan atau jasa.
  3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
  4. Menciptakan sistem perlidungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
  5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehinga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
  6. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Faktor-Faktor Penyebab dibuatnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Dari beberapa uraian pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa produsen tersebut, membuat Pemerintah sebagai penanggung jawab jalannya roda perekonomian negara menetapkan suatu Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Adapun factor-faktor ditetapkannya Undang-Undang tersebut adalah :
1.      Pelaku usaha memproduksi atau memperdagangkan barang / jasa yang tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan.
2.      Pelaku usaha memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih (netto), dan jumlah hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label barang tersebut.
3.      Pelaku usaha memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
4.      Pelaku usaha memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label barang tersebut.
5.      Pelaku usaha memproduksi atau memperdagangkan barang / jasa yang tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimanadinyatakan dalam label barang tersebut.
6.      Pelaku usaha dalam memproduksi atau memperdagangkan barang / jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label barang tersebut.
7.      Pelaku usaha memproduksi atau memperdagangkan barang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan / pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut.
8.      Pelaku usaha memproduksi atau memperdagangkan barang tidak mencantumkan informasi atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku

Pelaksanaan Undang-undang ini belum sepenuhnya lancar karena masih ada produk-produk di Indonesia yang dapat di jual bebas tetapi menggunakan bahan yang berbahaya untuk para konsumen.  Selain itu, barang yang diproduksi juga dapat dipalsukan dengan mudahnya dan sangat merugikan konsumen.  Contoh produk palsu mulai dari barang elektronik, kosmetik, hingga makanan marak beredar di pasaran.  Barang elektronik dari China seperti komputer, baru beberapa bulan saja langsung rusak, karena spare part nya ada yang imitasi atau palsu.  Lalu produk kosmetik, di produk kosmetik tersebut mengandung bahan kimia yang berbahaya jika dipakai dapat menyebabkan kerusakan kulit konsumen. Kemudian makanan, saat ini banyak bahan kimia yang digunakan dalam proses pengolahan makanan.  Bahan kimia makanan yang banyak ditambahkan pada makanan, memang sebagiannya merupakan bahan yang masih di toleransi penggunaannya, namun sebagian lagi benar-benar merupakan bahan kimia berbahaya yang tidak seharusnya dikonsumsi.  Efek yang ditimbulkan dari bahan tersebut dapat membahayakan dan mengancam keselamatan konsumen. 

Dengan adanya UU perlindungan konsumen, seharusnya pemerintah bertanggung jawab mengawasi penerapannya sehingga konsumen merasa dilindungi hak-haknya dan pemenuhan hak-hak konsumen sebagai salah satu pelaku usaha sehingga tercipta kenyamanan dalam transaksi perdagangan.