Nasib
Sepak Bola Indonesia
Babak
ketiga Pra-Piala Dunia 2014 menjadi pertandingan yang sangat sulit di lupakan
oleh pemain timnas Indonesia. Tim merah
putih yang bertandang ke Bahrain dibantai 0-10.
Kekalahan tersebut tercatat dalam buku rekor sebagai kekalahan terbesar
timnas senior Indonesia. Kekalahan yang
memalukan ini disebabkan karena para pemain timnas Indonesia datang ke Bahrain
dengan persiapan yang kurang cukup. Lalu
saat pertandingan berlangsung, dengan kondisi cuaca yang sangat dingin, para
pemain timnas kita juga harus sudah bermain dengan 10 orang sejak menit awal
pertandingan akibat terkena kartu merah.
Belum lagi faktor timnas Bahrain yang memiliki kualitas teknik satu
level diatas timnas Indonesia.
Sebenarnya
kalau kita lihat, tim ini punya masa depan yang cerah. Kekalahan kemarin hanyalah sebuah
kecelakaan. Para pemain timnas kita
dihadapkan pada pertandingan dan lawan yang berat. Meski begitu, para pemain belakang dan depam
timnas sepertinya masih layak untuk dipertahankan. Walau kebobolan 10 gol dan tak mebalas satu
gol pun, kedua lini ini dinilai punya kualitas yang bisa diandalkan. Timnas akan bagus jika pemain muda
dikombinasikan dengan pemain senior yang sudah punya pengalaman. Bahkan tak perlu pemain senior, pemain muda
yang sudah punya jam terbang sepertinya sudah cukup. Dengan begitu Indonesia akan punya tim yang
solid dengan dikombinasikan pemain berskill tinggi dan pemain yang sudah punya
pengalaman. Atas dasar itulah banyak
pihak menaruh keperayaan kepada tim ini.
Kekalahan 0-10 anggaplah sebagai angin lalu karena mereka sebenarnya
ditargetkan untuk berprestasi di AFF 2012, SEA Games 2013, dan Pra-Olimpiade
2014.
Keadaan
yang tidak jauh berbeda juga dialami oleh timnas U-21. Meski sempat ternoda oleh kekalahan dari
Myanmar 1-3 di Turnamen Hassanah Bolkiah, pemain timnas itu tetap punya prospek
yang bagus. Hanya dengan waktu yang
singkat, mereka bisa bermain imbang dengan Singapura dan mengalahkan Laos. Ini membuktikan bahwa timnas U-21 punya kemampuan
untuk tampil lebih baik. Tim yang
dikapteni oleh Andik Vermansyah ini bahkan bisa melaju hingga partai final,
sayang kita harus puas menjadi runner up karena kalah dari tuan rumah Brunei
Darussalam.
Dengan
berbagai kegagalan yang dialami timnas senior dan timnas U-21, cacian dan
makian pun langsung datang dari semua penjuru negeri. Namun, kritik bukan mengarah ke pemain yang
berjuang diatas lapangan melainkan mengarah ke PSSI. Ini kesalahan fatal yang dilakukan oleh ketua
umum PSSI yaitu Djohar Arifin. Sudah
saatnya para pengurus PSSI membuka diri dan memberi kesempatan kepada seluruh
pemain di negeri ini. Karena para
pengurus PSSI hanya memperbolehkan pemain yang masuk timnas adalah yang bermain
di IPL (Indonesia Premier League) dan melarang pemain yang berkompetisi di ISL
(Indonesia Super League). Perseteruan
para elite sepak bola nasional semakin memuncak menjadi dua kubu yaitu PSSI vs
KPSI (Komisi Penyelamat Sepak Bola Indonesia).
Masing-masing pihak bahkan membuat kompetisi sendiri yang diklaim paling
benar dan legal.
Situasi
ini membuat para pecinta sepak bola tanah air menjadi khawatir. Jika ini belarut-larut, sepak bola Indonesia
akan semakin terpuruk. Demikian juga
dengan nama baik bangsa di kancah internasional. Aneh jika ada dua asosiasi dan dua kompetisi di
level tertinggi. Kalau begini terus,
masa depan pemain profesional di Indonesia akan terancam. Terutama pemain potensial namun tak memiliki
kesempatan hanya di bawah kompetisi yang berbeda.
Sudah
saatnya semua memperhatikan kepentingan yang sama yaitu selamatkan sepak bola
nasional. Singkirkan kepentingan apa pun
di balik dualisme ini, sepak bola Indonesia bukan milik segelintir orang. Para suporter berharap pihak-pihak yang
bertikai mau melakukan rekonsiliasi.
PSSI dan KPSI harus sama-sama mengalah dan mengesampikan ego masing-masing
demi kepentingan yang lebih besar yakni sepak bola nasional. Para suporter percaya, hanya dengan
berekonsiliasi dan bersatu sajalah sepak bola Indonesia bisa diselamatkan
sekaligus menghindarkan Indonesia dari sanksi FIFA. Harus ada penggabungan antara PSSI dan
KPSI. Itu mutlak untuk dilakukan karena
tidak ada negara di dunia yang memiliki dua asosiasi sepak bola tertinggi.
Selain
itu, dari dulu masyarakat Indonesia pun tahu jika Indonesia punya banyak pemain
muda yang hebat. Tapi semuanya sirna
karena ketidakbecusan para pengurus sepak bola negeri ini dalam memanfaatkan
hal tersebut. Terjadinya konflik dan
perebutan kekuasaan hingga program pengembangan yang tidak jelas telah
mengebiri talenta-talenta muda Indonesia.
Beberapa kekalahan yang dialami oleh timnas senior dan timnas U-21 tidak
hanya menjadi evaluasi buat pemain, juga harus menjadi evaluasi bagi pengurus
sepak bola negeri ini. Jika semua
konflik kepentingan ini berakhir, saya percaya timnas Indonesia akan kembali
disegani di kancah Asia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar