Selasa, 27 Maret 2012

Nasib Sepak Bola Indonesia


Nasib Sepak Bola Indonesia
Babak ketiga Pra-Piala Dunia 2014 menjadi pertandingan yang sangat sulit di lupakan oleh pemain timnas Indonesia.  Tim merah putih yang bertandang ke Bahrain dibantai 0-10.  Kekalahan tersebut tercatat dalam buku rekor sebagai kekalahan terbesar timnas senior Indonesia.  Kekalahan yang memalukan ini disebabkan karena para pemain timnas Indonesia datang ke Bahrain dengan persiapan yang kurang cukup.  Lalu saat pertandingan berlangsung, dengan kondisi cuaca yang sangat dingin, para pemain timnas kita juga harus sudah bermain dengan 10 orang sejak menit awal pertandingan akibat terkena kartu merah.  Belum lagi faktor timnas Bahrain yang memiliki kualitas teknik satu level diatas timnas Indonesia.
Sebenarnya kalau kita lihat, tim ini punya masa depan yang cerah.  Kekalahan kemarin hanyalah sebuah kecelakaan.  Para pemain timnas kita dihadapkan pada pertandingan dan lawan yang berat.  Meski begitu, para pemain belakang dan depam timnas sepertinya masih layak untuk dipertahankan.  Walau kebobolan 10 gol dan tak mebalas satu gol pun, kedua lini ini dinilai punya kualitas yang bisa diandalkan.  Timnas akan bagus jika pemain muda dikombinasikan dengan pemain senior yang sudah punya pengalaman.  Bahkan tak perlu pemain senior, pemain muda yang sudah punya jam terbang sepertinya sudah cukup.  Dengan begitu Indonesia akan punya tim yang solid dengan dikombinasikan pemain berskill tinggi dan pemain yang sudah punya pengalaman.  Atas dasar itulah banyak pihak menaruh keperayaan kepada tim ini.  Kekalahan 0-10 anggaplah sebagai angin lalu karena mereka sebenarnya ditargetkan untuk berprestasi di AFF 2012, SEA Games 2013, dan Pra-Olimpiade 2014.
Keadaan yang tidak jauh berbeda juga dialami oleh timnas U-21.  Meski sempat ternoda oleh kekalahan dari Myanmar 1-3 di Turnamen Hassanah Bolkiah, pemain timnas itu tetap punya prospek yang bagus.  Hanya dengan waktu yang singkat, mereka bisa bermain imbang dengan Singapura dan mengalahkan Laos.  Ini membuktikan bahwa timnas U-21 punya kemampuan untuk tampil lebih baik.  Tim yang dikapteni oleh Andik Vermansyah ini bahkan bisa melaju hingga partai final, sayang kita harus puas menjadi runner up karena kalah dari tuan rumah Brunei Darussalam.
Dengan berbagai kegagalan yang dialami timnas senior dan timnas U-21, cacian dan makian pun langsung datang dari semua penjuru negeri.  Namun, kritik bukan mengarah ke pemain yang berjuang diatas lapangan melainkan mengarah ke PSSI.  Ini kesalahan fatal yang dilakukan oleh ketua umum PSSI yaitu Djohar Arifin.  Sudah saatnya para pengurus PSSI membuka diri dan memberi kesempatan kepada seluruh pemain di negeri ini.  Karena para pengurus PSSI hanya memperbolehkan pemain yang masuk timnas adalah yang bermain di IPL (Indonesia Premier League) dan melarang pemain yang berkompetisi di ISL (Indonesia Super League).  Perseteruan para elite sepak bola nasional semakin memuncak menjadi dua kubu yaitu PSSI vs KPSI (Komisi Penyelamat Sepak Bola Indonesia).  Masing-masing pihak bahkan membuat kompetisi sendiri yang diklaim paling benar dan legal.
Situasi ini membuat para pecinta sepak bola tanah air menjadi khawatir.  Jika ini belarut-larut, sepak bola Indonesia akan semakin terpuruk.  Demikian juga dengan nama baik bangsa di kancah internasional.  Aneh jika ada dua asosiasi dan dua kompetisi di level tertinggi.  Kalau begini terus, masa depan pemain profesional di Indonesia akan terancam.  Terutama pemain potensial namun tak memiliki kesempatan hanya di bawah kompetisi yang berbeda.
Sudah saatnya semua memperhatikan kepentingan yang sama yaitu selamatkan sepak bola nasional.  Singkirkan kepentingan apa pun di balik dualisme ini, sepak bola Indonesia bukan milik segelintir orang.  Para suporter berharap pihak-pihak yang bertikai mau melakukan rekonsiliasi.  PSSI dan KPSI harus sama-sama mengalah dan mengesampikan ego masing-masing demi kepentingan yang lebih besar yakni sepak bola nasional.  Para suporter percaya, hanya dengan berekonsiliasi dan bersatu sajalah sepak bola Indonesia bisa diselamatkan sekaligus menghindarkan Indonesia dari sanksi FIFA.  Harus ada penggabungan antara PSSI dan KPSI.  Itu mutlak untuk dilakukan karena tidak ada negara di dunia yang memiliki dua asosiasi sepak bola tertinggi.
Selain itu, dari dulu masyarakat Indonesia pun tahu jika Indonesia punya banyak pemain muda yang hebat.  Tapi semuanya sirna karena ketidakbecusan para pengurus sepak bola negeri ini dalam memanfaatkan hal tersebut.  Terjadinya konflik dan perebutan kekuasaan hingga program pengembangan yang tidak jelas telah mengebiri talenta-talenta muda Indonesia.  Beberapa kekalahan yang dialami oleh timnas senior dan timnas U-21 tidak hanya menjadi evaluasi buat pemain, juga harus menjadi evaluasi bagi pengurus sepak bola negeri ini.  Jika semua konflik kepentingan ini berakhir, saya percaya timnas Indonesia akan kembali disegani di kancah Asia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar