Pelaksanaan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen
Di
era globalisasi saat ini, dimana semua Negara bebas untuk berdagang dengan
siapa saja. Maka
kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat dan ketat. Dengan banyaknya produk asing yang menyerbu
Indonesia, kita sebagai konsumen Indonesia
harus selektif dalam memilih produk-produk dari luar negeri. Tidak hanya produk luar negeri, terhadap produk
dalam negeri pun konsumen harus selektif.
Dalam
hal perdagangan barang kebutuhan sehari hari, sebagai konsumen sangat perlu
yang namanya perlindungan akan penggunaan barang atau produk yang dibelinya,
karena akhir ini sangat banyak pemalsuan produk yang bebas beredar di pasaran,
apalagi banyak dari konsumen sulit membedakan mana produk yang asli atau yang
palsu. Maka dari itu, perlu adanya
Undang-Undang yang melindungi konsumen.
Di
Indonesia hanya ada satu undang – undang yang mengatur perlindungan konsumen
yaitu UU No. 8 tahun 1999. Hak-hak
konsumen diatur dalam pasal 4 UU No. 8 tahun 1999.
Hak-hak konsumen yang dimaksud adalah:
- Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
- Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
- Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
- Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
- Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
- Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
- Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
- Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
- Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Tujuan UU Perlindungan Konsumen :
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
- Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan atau jasa.
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
- Menciptakan sistem perlidungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
- Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehinga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
- Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Faktor-Faktor Penyebab dibuatnya Undang-Undang Perlindungan
Konsumen
Dari beberapa uraian pelanggaran yang dilakukan oleh
beberapa produsen tersebut, membuat Pemerintah sebagai penanggung jawab
jalannya roda perekonomian negara menetapkan suatu Undang-Undang Perlindungan
Konsumen. Adapun factor-faktor ditetapkannya Undang-Undang tersebut adalah :
1. Pelaku usaha memproduksi atau
memperdagangkan barang / jasa yang tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan.
2. Pelaku usaha memproduksi atau memperdagangkan
barang yang tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih (netto), dan jumlah
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label barang tersebut.
3. Pelaku usaha memproduksi atau
memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan
jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya.
4. Pelaku usaha memproduksi atau
memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, jaminan,
keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label barang
tersebut.
5. Pelaku usaha memproduksi atau
memperdagangkan barang / jasa yang tidak sesuai dengan mutu, tingkatan,
komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu
sebagaimanadinyatakan dalam label barang tersebut.
6. Pelaku usaha dalam memproduksi atau
memperdagangkan barang / jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan
dalam label barang tersebut.
7. Pelaku usaha memproduksi atau
memperdagangkan barang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan / pemanfaatan yang paling baik atas barang tersebut.
8. Pelaku usaha memproduksi atau
memperdagangkan barang tidak mencantumkan informasi atau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku
Pelaksanaan Undang-undang ini belum
sepenuhnya lancar karena masih ada produk-produk di Indonesia yang dapat di
jual bebas tetapi menggunakan bahan yang berbahaya untuk para konsumen. Selain itu, barang yang diproduksi juga dapat
dipalsukan dengan mudahnya dan sangat merugikan konsumen. Contoh produk palsu mulai dari barang
elektronik, kosmetik, hingga makanan marak beredar di pasaran. Barang elektronik dari China seperti komputer,
baru beberapa bulan saja langsung rusak, karena spare part nya ada yang imitasi
atau palsu. Lalu produk kosmetik, di
produk kosmetik tersebut mengandung bahan kimia yang berbahaya jika dipakai
dapat menyebabkan kerusakan kulit konsumen. Kemudian makanan, saat ini banyak
bahan kimia yang digunakan dalam proses pengolahan makanan. Bahan kimia makanan yang banyak ditambahkan
pada makanan, memang sebagiannya merupakan bahan yang masih di toleransi
penggunaannya, namun sebagian lagi benar-benar merupakan bahan kimia berbahaya
yang tidak seharusnya dikonsumsi. Efek yang
ditimbulkan dari bahan tersebut dapat membahayakan dan mengancam keselamatan
konsumen.
Dengan adanya UU perlindungan
konsumen, seharusnya pemerintah bertanggung jawab mengawasi penerapannya
sehingga konsumen merasa dilindungi hak-haknya dan pemenuhan hak-hak konsumen
sebagai salah satu pelaku usaha sehingga tercipta kenyamanan dalam transaksi
perdagangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar