Sabtu, 28 April 2012

Buta Cakil



CAKIL atau Gendirpenjalin, berwujud raksasa berpangkat tumenggung.  Cakil bukan nama sesungguhnya dan hanya nama ejekan, oleh karena raksasanya bertaring di ujung mulut seperti pasak (Jawa: cakil).  Tokoh ini tidak dikenal dalam kitab asli Mahabarata maupun Ramayana.  Tokoh ini memang produk lokal Jawa (Nusantara) layaknya tokoh wayang Gareng, Petruk, Bagong.  Bahkan, beberapa sumber menyebut tubuh Cakil yang berwajah raksasa ini merupakan imajinasi dari sebuah sengkalan (penandaan tahun dalam kalender Jawa) yang menandakan kapan tokoh Cakil dibuat pertama kali.  Sebagaimana Gareng, Petruk, dan Bagong, Cakil juga merupakan profil rakyat kecil. Seorang kawula yang diberi tugas sebagai penjaga hutan. 
Dari gerakan tokoh Cakil ini bisa digunakan oleh penonton wayang kulit sebagai ukuran kemampuan dalang dalam memainkan wayang.  Kelincahan gerakan Cakil dalam menari sangat tergantung sang dalang dalam mengolah wayang.  Wayang kulit Cakil tak seberapa menarik, tetapi di dalam wayang wong (orang) Cakil merupakan sripanggung, apalagi baik tariannya, sebab tari Cakil adalah campuran antara tarian dan pencak silat dengan diiringi irama gamelan. 
Dalam sebuah pertunjukan wayang, Cakil selalu berhadapan dengan para ksatria  ataupun pandhita yang baru turun gunung dalam adegan Perang Kembang yaitu perang antara satria melawan raksasa yang merupakan lambang nafsu angkara murka.  Tujuannya jelas, menghalang-halangi orang supaya gagal menemui kebenaran dan kebaikan.  Tak pernah diceritakan ras raksasa ini menang dalam petempuran.  Tokoh ini selalu mati karena tertusuk kerisnya sendiri.  Mungkin ini menggambarkan bahwa manusia bisa binasa karena polahnya sendiri.  Buta cakil juga selalu hidup lagi dan muncul dalam cerita lain; barangkali ini untuk mengingatkan, sifat jelek manusia yang bisa muncul kapan saja.  Raksasa Cakil suaranya kemeng (kecil) dan bicaranya menggagap.  Kalau ia bersama-sama dengan kawan-kawan raksasa melaksanakan perintah penting raja, dengan kata-kata ia banyak menampakkan keberaniannya dan pada waktu terjadi perang, dialah yang pertama-tama maju, tapi kalah dan kalau ia kemudian minta bantuan, maju perang lagilah ia untuk akhirnya bersama-sama dengan kawan-kawannya mati juga.
Cakil bermata kriyipan (berkejap-kejap), berhidung bentuk haluan perahu mendongak, bergigi dan bertaring di hadapan mulut, hingga melewati bibir atas.  Karena bentuk rahangnya ini, buta cakil tidak bisa meludah sehingga air liurnya berleleran setiap kali dia bicara dan bertingkah pethakilan.  Bersanggul bentuk keling dengan dikembangi.  Bersunting kembang kluwih panjang, berkalung ulur-ulur.  Berkeris dua, yang sebuah bentuk sarung ladrang, ialah sarung keris bentuk panjang dan runcing, diselipkan di pinggang belakang.  Dan yang sebuah lagi gayaman, ialah sarung keris yang serupa buah gayam (di Jakarta disehut buah gatet).  Pemakaian keris ini tidak seperti biasa, melainkan diselipkan secara dibalikkan yang disebut kewalan.  Suatu cara memakai keris yang dilarang menurut undang-undang Kraton, karena menunjukkan suatu kesiapsiagaan untuk menghunus keris.   
Selain wajahnya yang tidak enak dilihat, dia pun berwatak buruk.  Cakil memiliki sifat; pemberani, tangkas, trengginas, banyak tingkah dan pandai bicara.  Ia berwatak kejam, serakah, selalu menurutkan kata hati dan mau menangnya sendiri.
Dia suka sekali mengadu domba dan menguji kesabaran orang dengan tingkahnya yang menjengkelkan.
  Lalu dia akan terbahak-bahak kegirangan jika dia berhasil mencederai ketentraman dengan keonarannya.  Dengan gambaran yang tidak indah tentang si buta cakil ini, wajarlah jika ia tak pernah disukai.  Ia selalu dijauhi, dicuekin, diabaikan dan dimusuhi.
Ia didekati hanya oleh orang-orang yang ingin memanfaatkan keahliannya mengadu domba dan membuat huru hara.
  Dalam dunia nyata buta cakil ini memang tidak ada.  Tetapi sifat-sifat buruknya memang ada di sekitar kita, tersembunyi dalam diri masing-masing orang.  Semua pribadi ini pasti punya “topeng” untuk menutupi keburukannya.
Di dalam pemerintahan khususnya anggota DPR, tokoh cakil ini sangat mirip sekali dengan Ruhut Sitompul.  Dia mewariskan sifat- sifat buruk cakil seperti banyak tingkah, mau menangnya sendiri, dan suka mengadu domba dan menguji kesabaran orang dengan tingkahnya yang menjengkelkan.  Berikut ini sedikit bukti yang menguatkan pendapat saya kalau Ruhut Sitompul seperti Cakil :
Isu rasisme
Dalam Pemilu 2009, Ruhut yang bergabung sebagai Koordinator Tim Sukses Susilo Bambang Yudhoyono - Budiono melontarkan pernyataan kontroversial dalam sebuah debat tim sukses.  Hadir juga sebagai pembicara pada saat itu, Permadi mewakili Tim Sukses Jusuf Kalla - Wiranto dan Fuad Bawazier mewakili Tim Sukses Megawati - Prabowo.  Pada kesempatan itu Ruhut melontarkan pernyataan bahwa "Arab tidak pernah membantu Indonesia".  Hal ini menimbulkan kecaman dan reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat, khususnya kalangan keturunan Arab dan juga dari kalangan Islam.  Pada 3 Juni 2009, Front Pembela Islam (FPI), sebuah organisasi Islam, menyatakan akan menangkap Ruhut Sitompul atas pernyataanya yang telah menyinggung etnis Arab
Isu rasistis kembali menimpa Ruhut dalam diskusi "Angket Century SBY Jatuh" yang digelar Forum Umat Islam di Wisma Darmala Sakti, Jakarta. Dalam diskusi tersebut, ia menyebutkan:Kasus yang seperti begini dari dulu sudah ada.  Sejak zaman Megawati sudah ada, waktu itu Sri Mulyani-nya (maksudnya Menkeu) Si Cina, Kwik Kian Gie.
Pernyataan yang dianggap tidak pantas.
Pada 20 November 2009, Ruhut mengeluarkan pernyataan merelakan kupingnya dipotong jika dana bailout Rp 6,7 triliun Bank Century mengalir ke Partai Demokrat dan Presiden SBY.  “Tidak ada kaitannya SBY dan Demokrat dengan aliran dana Bank Century.  Kalau ada, potong kuping Ruhut Sitompul”.
Jadi, memang lebih baik tidak usah berurusan dengan orang-orang yang menjadi sekutu buta cakil ini.  Biar saja mereka yang dikucilkan, biar saja mereka yang dijauhi.  Rakyat memang punya wakil di “atas” sana. Di “atas” sana rakyat menaruh harapan.  Tetapi, harapan itu terhenti pada sisi lain perangai Cakil, yang dikenal banyak omong dan pandai menari, bersilat lidah.  Perjuangan wakil rakyat terkadang hanya menjadi sebuah keindahan tarian persilatan dan diplomasi yang berbusa-busa.  Pertengkaran yang menjurus perkelahian sempat terjadi di forum wakil rakyat, namun hasilnya tetap saja: cakil-cakil rakyat yang menari, sekadar tontonan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar