Kamis, 28 Juni 2012

Sikap menghargai persamaan kedudukan warga negara

Sikap menghargai persamaan kedudukan warga negara Kita telah mengetahui bahwa negara memiliki persamaan kedudukan, baik dalam bidang politik, hukum, pemerintahan, ekonomi, dan sosial. Negara tidak boleh membeda-bedakan kedudukan warga negara terutama dalam hal kesempatan. Kesempatan dalam bidang politik, bidang ekonomi, dan sosial hendaknya diberikan sama. Setelah kesempatan diberikan sama, berikutnya tergantung kepada masing-masing kemampuan warga negara itu sendiri. Misalnya, semua warga negara yang memenuhi persyaratan boleh mengajukan lamaran sebagai pegawai negeri sipil. Meskipun pada akhirnya tidak semua lamaran bisa diterima karena tergantung kemampuan warga negara mengikuti proses seleksi yang diadakan. Hal terpenting adalah semua warga negara telah diberi kesempatan yang sama. Kedudukan dan kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam berbagai bidang kehidupan berlaku tanpa membedakan unsur-unsur primordial dari warga negara itu sendiri. Primordial artinya hal-hal yang berkaitan dengan asal atau awal seseorang. Misalnya, asal suku, agama, ras, kelompok, dan sejarah. Negara Indonesia yang demokratis tidak mengenal adanya warga negara kelas utama atau warga negara kelas dua. Semua warga negara memiliki derajat kedudukan hukum yang sama. Warga negara tidak boleh dibedakan berdasarkan asal usul primordialnya. Dalam praktiknya, pemberian kesempatan bagi semua warga negara memang ada pembedaan dan pembatasan. Akan tetapi, pembedaan dan pembatasan tersebut bukan didasarkan atas perbedaan primordial. Pembedaan dan pembatasan tersebut hanya pembedaan teknis dan kemampuan semata. Jadi, tidak semua warga negara mendapat kesempatan yang sama dalam suatu kegiatan bernegara. Contohnya dalam hal formasi untuk menjadi pegawai negeri sipil, yaitu guru. Memang semua warga negara Indonesia berhak dan memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pegawai negeri sipil. Namun, dalam syarat pendaftaran guru dikemukakan beberapa syarat, misalnya : 1. Calon adalah sarjana pendidikan yang telah menempuh jenjang strata satu. 2. Calon adalah sarjana non pendidikan, tetapi telah mendapat ijazah akta mengajar. 3. Calon berusia maksimal 35 tahun pada saat mendaftarkan diri. 4. Calon sudah memiliki pengalaman mengajar minimal dua tahun dengan bukti surat keterangan yang sah. 5. Sehat jasmani dan rohani dengan bukti surat keterangan dari dokter. Dengan adanya beberapa persyaratan tersebut maka hanya warga negara Indonesia yang memenuhi kriteria yang dapat mendaftar sebagai calon pegawai negeri sipil untuk guru. Jadi, tidak semua warga negara memiliki peluang untuk jabatan itu. Namun, hal itu bukan berarti negara bersifat diskriminatif terhadap warganya. Negara bersifat diskriminatif ketika mensyaratkan kesempatan menjadi pegawai negeri sipil dengan syarat-syarat yang bersifat primordial. Misalnya, yang dapat mencalonkan hanya warga negara yang berasal dari Jawa saja, atau calon harus beragama tertentu saja, atau calon diutamakan yang berdarah Aceh. Dalam berbagai undang-undang dan peraturan lain dikemukakan adanya syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi waraga negara untuk bisa berpartisipasi dalam suatu kegiatan bernegara. Syarat-syarat tersebut bersifat teknis dan administratif. Syarat tersebut bukan dimaksudkan untuk membeda-bedakan warga negara berdasar ras, suku, agama, maupun golongan. Contohnya, bahwa semua warga negara berhak untuk memilih atau memiliki hak pilih dengan syarat warga negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 tahun atau sudah menikah. Bahwa semua warga negara berhak menjadi wakil rakyat dengan berbagai syarat. Persamaan kedudukan warga negara adalah memberlakukan warga negara untuk mendapatkan kesempatan dan berpartisipasi dalam bernegara tanpa membeda-bedakan golongan, asal usul daerah, ras, suku, agama, jenis kelamin, dan budaya yang dimiliki. Oleh karena itu, kita juga perlu memiliki sikap menerima dan menghargai semua warga negara tanpa membeda-bedakan mereka. Sikap itu dapat kita biasakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dengan menerima karyawan dari suku bangsa lain, mau bekerja sama dengan orang lain berdasar atas prestasi, bukan karena persamaan daerah, memberika kesempatan bagi warga yang cacat untuk bekerja, menerima wanita sebagai pemimpin dalam suatu perkumpulan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar